كلمات
Di Polandia hari meredup,
di Indonesia matahari terbit.
Kata-kata kita bertemu di tengah,
di suatu tempat di angkasa,
seperti dua perahu di laut yang tenang.
Kau bercerita tentang hujan tropis,
aku tentang salju yang meredam langkah.
Kalimatmu beraroma kopi dan laut,
kalimatku – dingin dan sunyi musim dingin.
Dan tiba-tiba dunia menjadi satu,
meski warna langitnya berbeda.
Rindu tidak menyakitkan,
ia seperti musik lembut di latar –
mengingatkan,
bahwa di seberang sana ada seseorang,
yang menunggu percakapan kita.
Kita berbicara tentang hal-hal biasa –
tentang jalan menuju tempat kerja,
tentang sarapan pagi,
tentang bagaimana bulan terlihat malam ini di tempatmu.
Dan dalam kata-kata sederhana itu
ada sesuatu yang istimewa:
aku merasa jarak berubah menjadi jembatan,
bukan jurang.
Saat kau terdiam,
aku masih mendengarkan lama,
seakan gema suaramu
masih berputar di udara.
Dan aku tahu –
tak peduli berapa mil memisahkan kita,
selama kita bisa berbicara,
kita tetap dekat.
Kadang aku membayangkan
kata-katamu adalah angin,
yang menggerakkan daun di tamanku.
Bahwa diam-mu adalah ombak tenang,
yang mengayunkan bulan di langit.
Di atas kita ada bintang yang sama –
di tempatku ia bergetar di udara dingin,
di tempatmu ia bersinar di panas.
Namun ia tetap satu,
seakan mengingatkan,
bahwa kita memandang langit yang sama.
Dan saat itu aku tahu,
bahwa bahkan samudra terluas
hanya garis di peta,
dan suara kita
menggambar jembatan dari bunyi dan sunyi.
Mungkin suatu hari
kita akan benar-benar bertemu –
di suatu tempat antara salju dan samudra,
di tempat yang belum bernama.
Kita akan duduk berdampingan,
tanpa kata,
karena semua sudah terucap.
Dan kita akan diam begitu tenang,
seakan seumur hidup
kita menunggu saat itu